Selasa, 29 Desember 2015

Kolose 3:13


BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI, LALU AMPUNILAH



Berdamai dengan diri sendiri saja susahnya minta duit banget. Lalu, kapan lagi kita bisa berdamai dengan orang lain kalau dari dalam diri kita sendiri saja kita tidak bisa memaafkan.

Jujur, pasti kalian juga kesel ya kalau ada yang menyakahi kita tapi mereka tidak mau minta maaf duluan. Sakitnya tuh di sini! Nah, sebagai yang lebih dewasa, kita harus menarik garis pemikiran terlebih dahulu kenapa mereka tidak kunjung meminta maaf bahkan mungkin mendelcont atau unshare Path atau unfriend Facebook kita. Gengsi, malu, takut kita omelin, bahkan karena mereka tidak tahu kesalahan mereka. Apakah hal tersebut menghalangi kita untuk memaafkannya? We must forgive even they are not sorry. 

Bagian kita hanya mengampuni meskipun orang tersebut sudah meminta maaf, tidak memaafkan atau justru mendiamkan kita. 

Setelah mengampuni, hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyapa tanpa mengungkit kembali hal yang mematahkan jalinan komunikasi.

Tuhan Yesus memberkati!

 



Saring Sharing!

Inspired from Spirit for Woman - December 2015,


What you have written almost draw what you have thought. Hal ini sering terjadi saat kita menulis status di BBM, Facebook, Path, Line, atau jejaring sosial lain. Seperti contohnya "Dasar perebut lelaki orang!" yang pernah terpampang muncul di Path salah satu teman saya. Banyak sekali yang memberikan empatinya berupa simbol smile, shock, love, atau sad. Tentu jelas bahwa akan muncul praduga tentang siapa yang dimaksud dan apa yang sudah terjadi. Gosip pun mulai muncul tanpa adanya niat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dari sang pembuat status itu.

Bahkan pengalaman pribadi pun pernah saya alami ketika terlibat sebagai pendengar orang yang sharing tentang uneg-unegnya pada saya. Memang orang tersebut tidak menyebutkan siapa yang dimaksudkan ganjen pada pacarnya. Naluri kemanusiaan untuk membantu dan mencari tau itu ada. Namun saya mengurungkan niat saya tersebut untuk mencari tau. Jarak 3 hari, teman saya yang lain curhat kenapa dia didiamkan tanpa alasan yang jelas oleh seseorang. Saya langsung tersadar bahwa ternyata saya tau siapa yang dimaksud ganjen oleh teman saya yang sebelumnya curhat. Tanpa pikir panjang, saya mencoba mengklarifikasi dan memberi masukan pada teman saya supaya ada niat baik untuk menuntaskan praduga tersebut. Alhasil, sayalah yang difitnah dan dituduh menambahi bumbu bumbu kalimat. Ya, hanya dinding yang tahu bagaimana saya mencoba untuk menjadi mediator. Pihak pertama yang awalnya sharing pada saya justru sekarang mendiamkan saya. Tentu ini menggelitik bagi saya mengingat saya tidak memberi bumbu bumbu yang merugikan dia. Justru sebenarnya, bumbu bumbu tidak sedap itu muncul dari pikirannya sendiri karena kecemburuan, ketakutan, dan pikiran yang dipenuhi pikiran negatif.

Semakin maju jaman, semakin maju teknologi. Bahayanya, celah iblis semakin gencar untuk merebut kesucian manusia. BIJAK menyaring sharing menjadi salah satu solusi yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir konflik. Terlebih daripada itu, lebih baik tidak perlu buru-buru melontarkan statement di media sosial.

APA YANG ANDA LONTARKAN KE MEDIA SOSIAL BISA DIMAKNAI DAN DISEBARKAN PIHAK LAIN TANPA BISA ANDA KENDALIKAN.


Amsal 17: 27-28
"Orang yang berpengetahuan menahan perkataanya, orang yang berpengertian berkepala dingin. Juga orang bodoh akan disangka bijak kalau ia berdiam diri dan disangka berpengertian kalau ia mengatupkan bibirnya."